Izin Ponpes Shiddiqiyyah Jombang Dicabut, Jadi Momentum Lembaga Pendidikan Cegah Kekerasan Seksual

Anggota Komisi VIII DPR RI Luqman Hakim merespons proses hukum terhadap pelaku cabul terhadap santriwati Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42). Ia mengapresiasi dan mendukung penuh Kementerian Agama (Kemenag) yang mengambil tindakan cepat dengan mencabut izin Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah Ploso Jombang terkait kejahatan seksual. “Ketegasan Kemenag itu saya pastikan memberi kontribusi besar bagi pembangunan dan penegakan hukum di Indonesia, yang sering kali terkendala pihak pihak yang mengatasnamakan dan memakai simbol simbol atau institusi keagamaan,” kata Luqman Hakim melalui pesan singkat, Jumat (8/7/2022).

“Tindakan tegas Kemenag ini juga harus menjadi momentum bagi semua lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag, bukan hanya Pondok Pesantren, untuk terus meningkatkan berbagai upaya mencegah terjadinya tindak kejahatan seksual yang melibatkan personel di lembaganya,” lanjutnya. Ia pun berharap kepada masyarakat, khususnya orang tua santri mendukung penuh langkah langkah lanjutan yang akan dilakukan Kemenag. Itu untuk memastikan agar santri santri di sana dapat memperoleh akses melanjutkan pendidikan pada pesantren dan lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag.

“Sehingga para santri tidak menjadi korban akibat adanya pelanggaran hukum yang dilakukan keluarga pimpinan Ponpes Shiddiqiyyah Ploso Jombang,” kata Luqman. Diketahui, Polda Jawa Timur melakukan penjemputan DPO pelaku pencabulan MSAT (46) di Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022). Dikutip dari tayangan KompasTV, membawa tameng, helm dan rompi, polisi melakukan pengepungan di persembunyian Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi.

"Informasi yang kami dapatkan. Saat ini betul memang dilakukan upaya jemput paksa hari ini. Dan ini polisi juga melakukan upaya maksimal dengan mengerahkan sejumlah anggota," kata jurnalis KOMPAS TV, Muhammad Syafiudin di lokasi, Kamis. Sejumlah akses jalan termasuk jalan raya maupun gang sempit di lokasi sekitar pesantren ditutup sementara dalam upaya penangkapan tersebut. Adapun kasus dugaan pencabulan itu bermula pada 2019 silam.

MSAT dilaporkan ke Polres Jombang pada Selasa (29/10/2019), oleh korban yang berinisial NA seorang santri perempuan asal Jawa Tengah. Lalu, Selasa (12/11/2019), Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. MSAT dijerat pasal berlapis yakni tentang pemerkosaan dan perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur atau pasal 285 dan 294 KUHP.

Pada Januari 2020, Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut. Namun, MSAT tetap mangkir dalam agenda pemeriksaan. Polisi bahkan gagal menemui MSAT saat akan diperiksa di lingkungan lembaga pendidikan tempat tinggalnya.

MSAT sempat mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya untuk meminta kepastian hukum atas status hukumnya yang sudah dua tahun tanpa kejelasan. Dalam permohonan praperadilan itu, termohon adalah Polda Jatim dan turut termohon adalah Kejaksaan Tinggi Jatim. Kuasa hukum MSAT, Setijo Boesono, saat itu, mengatakan, berkas kasus kliennya sudah beberapa kali ditolak oleh pihak kejaksaan, namun sampai saat ini belum jelas kepastian proses hukum berlanjut.

Namun pada Kamis (16/12/2021), pihak Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menolak permohonan praperadilan MSAT.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *