Beredar foto istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, dengan tiga ajudan, termasuk Brigadir J. Tampak dalam foto, Putri memegang tangan Brigadir J. Dalam foto juga terlihat, satu tangan Brigadir J memegang kamera ponsel untuk memencet kamera, sementara tangan lainnya tampak dipegang Putri Candrawathi. Ajudan lain yang ikut berfoto yakni Bripka RR dan Brigadir R.
Belakangan diketahui, Bripka RR menjadi salah satu tersangka lainnya. Diduga foto ini diambil ketika HUT Bhayangkara Polri pada 1 Juli 2022 lalu. Dalam foto tersebut terlihat betapa kompaknya istri Ferdy Sambo bersama para ajudannya.
Foto itu diambil ketika Yosua masih berpangkat Briptu, pangkat lebih rendah satu tingkat dari Brigadir. Tak ada yang menyangka keakraban mereka saat ini tinggal kenangan. Kini satu per satu fakta kasus pembunuhan Brigadir J mulai terungkap setelah Bharada E memilih membongkar misteri penembakan di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Pihak Irjen Pol Ferdy Sambo awalnya mengatakan Bharada E menembak mati Brigadir J dalam baku tembak setelah mendengar adanya teriakan minta tolong dari Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan Brigadir J. Namun kenyataannya berbeda. Terbaru Bharada Richard Eliezer atau Bharada E disebut tidak mendengar atau tidak tahu jika Putri Candrawathi berteriak minta tolong karena dilecehkan oleh Brigadrir J. Keterangan itu disampaikan oleh Kuasa Hukum Bharada E, Deolipa Yumara, seperti dikutip dari Kompas.TV, Selasa (9/8/2022).
“Dia (Bharada E) tidak mendengar apa apa tentang itu (dugaan pelecehan seksual Brigadir J kepada Putri Candrawathi). Dia malah enggak tahu, waktu curhat sama saya (Deolipa). Saya (Bharada E) enggak tahu itu,” ucap Deolipa. Istri Ferdy Sambo kini masih dalam kondisi terguncang, trauma, dan depresi. Putri Candrawathi bahkan disebut malu untuk mengungkap kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Hal ini terungkap setelah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemui Putri untuk melakukan asesmen. Asesmen tersebut dilakukan pada Selasa (9/8/2022) siang di kediaman Ferdy Sambo di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Namun, asesmen tersebut tak membuahkan hasil berarti.
LPSK menyebut, pihaknya masih mendapatkan informasi yang minim. Putri Candrawathi disebut masih dalam kondisi trauma dan depresi. Sehingga asesmen psikologis mendalam belum memungkinkan untuk dilakukan. “Beliau masih dalam kondisi yang belum memungkinkan untuk dilakukan asesmen lebih mendalam karena masih trauma dan kemungkinan besar depresi,”kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias, Selasa (9/8/2022), mengutip Kompas TV.
Susi menambahkan, kondisi psikologis Putri tersebut menjadi perhatian pihaknya. Putri juga disebut masih berat untuk berbicara. Sesekali bahkan istri Ferdy Sambo ini menangis.
LPSK ternyata sudah beberapa kali berupaya melakukan asesmen terhadap Putri Candrawathi. Pada 16 Juli, LPSK bertemu dengan Putri. Putri juga sudah dua kali dipanggil ke kantor.
Hingga terakhir pada 9 Agustus, tak ada perkembangan berarti terkait asesmen terhadap Putri. Pada pertemuan terakhir tersebut, hanya ada psikolog dan Putri Candrawathi. “Tidak banyak hal diperoleh," ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, Rabu (10/8/2022), mengutip Kompas TV.
Lebih lanjut, Edwin menyebut bahwa kondisi Putri masih terguncang. Putri juga lebih banyak diam. Edwin menambahkan, Putri juga malu untuk mengungkap kasus tersebut.
“Jadi, sudah dilakukan tapi belum keterangan signifikan. Belum ada apapun yang kami peroleh. Sempat disampaikan, ibu PC malu untuk mengungkapkan (kasusnya red),"katanya. Diberitakan sebelumnya, kepolisian telah menetapkan empat tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Empat tersangka tersebut yakni Bharada E, Brigadir RR, KM, dan Irjen Ferdy Sambo.
Irjen Ferdy Sambo disebut sebagai dalang pembunuhan terhadap Brigadir J. Ia memerintakan Bharada E untuk menembak Brigadir J hingga tewas. Ferdy Sambo juga menyusun skenario adu tembak dalam kematian Brigadir J.
Dalam kasus tersebut, Ferdy Sambo dijerat pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Ferdy Sambo terancam maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama lamanya 20 tahun.